klasifikasi tingkah laku abnormal

A. Pengertian Abnormalitas dan Gangguan Prilaku
Perilaku abnormal (abnormal behavior) bagi para ahli seringkali disebut dengan gangguan perilaku (behavior disorder), atau ada juga yang menyebutnya lagi dengan mental ilness (Morgan dkk, 1984).
Untuk mendefinisikan abnormalitas tersebut, Atkinson dkk. (1992) mencoba membandingkannya antara perilaku abnormal dengan perilaku normal. Oleh karena itu cara mendefinisikannya dapat dilakukan dengan beberapa cara. Beberapa cara untuk mendefinisikan perilaku abnormal antara lain adalah :

Penyimpangan Dari Norma Statistik
Kata abnormal dapat berarti ’di luar normal”. Definisi Abnormalitas didasarkan kepada penyimpangan kurve normal dalam statistik. Penedinisian ini barangkali menjadi lemah, karena bagi orang yang cerdas atau sangat gembira akan dapat digolongkan sebagai abnormal.

Penyimpangan Dari Norma Sosial
Setiap masyarakat memiliki patokan tertentu : Untuk perilaku yang dapat diterima ataupun perilaku yang menyimpang (abnormal). Perilaku yang dianggap normal oleh suatu masyarakat bisa jadi dianggap abnormal oleh masyarakat lain. . Misalnya, perilaku poliandri.

Perilaku Maladaptif
Perilaku abnormal berdasarkan hal-hal yang menyimpang, baik secara statistik maupun norma sosial. Kriteria terpenting adalah bagaimana perilaku tersebut berpengaruh pada peribadi seseorang/ atau kelompok. Oleh karena itu, perilaku abnormal kemudian disebut perilaku maladaptif (tidak dapat menyesuaikan diri dngan keadaan), yang memilki dampak yang merugikan dan membahayakan orang lain atau masyarakat.

Kesusahan Pribadi
Kriteria keempat untuk menilai abnormalitas adalah dari sudut pandang subjektif seseorang dan bukannya perilaku orang tersebut. Umumnya orang yang didiagnosis menderita ”sakit jiwa” mengalami penderitaan batin yang akut ; selalu khwatir, batinnya menderita, gelisah, tidak dapat tidur, nafsu makan hilang, mengalami berbagai macam rasa sakit dan nyeri. Terkadang penderitaan batin merupakan gejala abnormalitas, dimana perilaku penderita tampak normal-normal saja bagi orang awam.

Neurosis dan Psikosis
Neurosis atau gangguan jiwa adalah gejala yang umum yang dialami oleh manusia pada taraf tertentu, ditandai dengan stress, kecemasan, kesedihan, atau gangguan maladaptif lain yang pada tingkat tertentu perlu di rumahsakitkan. Psikosis meliputi gangguan yang lebih serius. Perilaku dan proses berpikir individu sudah mengalami gangguan sedmikian rupa, sehingga sudah tidak ada lagi kontak dengan realitas. Individu juga tidak dapat berfungsi di masyarakat. Oleh karena itu, penderita tersebut perlu di rumahsakitkan.

B. Klasifikasi Gangguan
Berdasarkan sifatnya, perilaku abnormal dapat digolongkan menjadi empat :

• yang bersifat akut dan sementara, yang disebabkan oleh peristiwa yang penuh dengan stress;
• yang bersifat kronis dan selama-lamanya ;
• yang disebabkan oleh penyakit atau kerusakan pada sistem syaraf ;
• yang merupakan akibat dari lingkungan sosial yang tidak menguntungkan dan / atau pengalaman.

Klasifikasi tingkah laku abnormal dan gangguan jiwa berubah dari waktu ke waktu. Klasifikasi merupakan pemberian suatu nama (label) atau diagnosa nosologis (penentuan penyebab penyakit) bagi suatu pola tingkah laku abnormal yang disepakati bersama secara profesional.
Henderson dan gillespie (1956) menguraikan beberapa jenis klasifikasi gangguan jiwa sebagai berikut:

Klasifikasi Psikologis

Didasarkan secara letak dominasi gangguan pada fungsi-fungsi psikologis dikemukakan oleh Linneaus, Arnold, Pritchard, Heinroth, Bucknill dan Tuke,Zienhen (dalam Henderson et.Al.1956).

    1. Linneaus membedakan antara gangguan-gangguan dalam ide imajinasi dan emosi (Pathetic).
    2. Arnold membedakan antara gangguan ‘ideal’ dan ‘national’ atau dalam fungsi persepsi dan imajinasi, serta gangguan dalam bidang konseptual atau pemikiran.
    3. Pritchard membedakan antara ‘moral- insnity’ dan ‘intelectual insanity’.
    4. Heinroth membedakan antara gangguan dalam pengertian, gangguan dalam kehendak, dan gangguan campuran.
    5. Bucknill dan Tuke membedakan antara gangguan intelek dan gangguan afektif (emosi) yang selanjutnya dibagi menjadi : gangguan afektif moral dan afektif animal.
    6. Zienhen membedakan antara gangguan tanpa efek atau kerusakan intelektual, dan gangguan dengan efek intelektual baik dari lahir, maupun yang diperoleh kemudian.

Klasifikasi Fisiologis

Klasifikasi ini didasarkan atas asumsi bahwa prses-proses mental memiliki dasar faali atau fisiologis. Kesulitan dari klasifikasi ini adalah belum jelasnya proses dan lokasi fisiologis dari proses- proses mental normal. Tuke, Maynart, Wernicke (dalam Henderson et.al.1956) mengemukakan sistem klasifikasi sebagai berikut.

    1. Tuke mengadakan pembagian gangguan atas gangguan fungsi sensorik, fungsi motorik, dan ide. Contoh gangguan fungsi sensorik adalah terjadinya halusinasi, contoh gangguan fungsi motorik adalah terjadinya kelumpuhan, dan contoh gangguan fungsi ide adalah demensia.
    2. Maynart membagi kelainan tingkah laku menurut tiga penyebab faali, yaitu:
    a. perubahan anatomis
    b. gangguan gizi
    c. intoksikasi atau keracunan.
    Gangguan gizi dapat mengakibatkan rangsangan atau gangguan di daerah kortikal misalnya mania, delusi ; di daerah subkortikal misalnya deusi dan Halusinasi ; dan di pusat subkortikal vaskular, seperti epilepsy.
    3. Wernick membuat asumsi-asumsi psikofisiologis anatara lain bahwa tiap isi kesadaran tergantung pada seperangkat elemen saraf tertentu. Seseorang yang mengalami gangguan jiwa mungkin mengalami interupsi atau hambatan, atau ia terlalu peka terhadap rangkaian asosiasi psikosensoris, intrapsikis, atau psikomotor. Gangguan ini berturut-turut diberi nama sebagai berikut ; di bidang psikosensorik ada gangguan-gangguan anesthesia (rasa berlebihan) dan parasthesia (rasa yang tidak tepat).

Klasifikasi Mutakhir

Kini telah ada klasifikasi gangguan jiwa baru yang diberi nama Diagnostic and Stastitica Manual For Mental Disorders atau DSM III dan DSM IV yang dibuat oleh American Psychiatric Association (APA). Berbeda dengan DSM I dan DSM II, maka pada DSM III dan DSM IV dasar klasifikasi gangguan jiwa diperluas. Semula DSM hanya memperhatikan satu dimensi yaitu dimensi simtom klinis yang dinyatakan dalam Axis 1. Kini DSM yang telah memasuki versi IV revised, memperhatikan 5 dimensi.
Di Indonesia yang digunakan adalah PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa). Diagnosis Berdasarkan PPDGJ ini juga ditegakkan berdasarkan Lima Aksis. Kelima aksis tersebut adalah :
Aksis I : simtom klinis (seluruhnya dapat dilihat dalam kasifikasi PPDGJ)
Aksis II : gangguan ciri kepribadian tertentu (seluruhnya dapat dilihat dalam kasifikasi PPDGJ) ;
Aksis III : dasar-dasar organik : gangguan fisik ;
Aksis IV : keparahan stressor : taraf stres psikososial ;
Aksis V : taraf tertinggi dari fungsi penyesuaian dalam satu tahun terakhir.

C. Diagnosa Tingkah Laku Abnormal
Meskipun berbagai perkembangan dalam kategori diagnosis telah muncul dan terkesan membingungkan, diagnosis atas suatu abnormallitas tetapm perlu ditegakkan untuk keperluan komunikasi ilmiah, untuk keperluan epidemiologis dan lain-lain.

Goldman dan Foreman (dalam Goldman, 1992) mengemukakan bahwa diagnosis psikiatri mencakup tiga proses yakni :

    1. Mengorganisasi gejala-gejala, simtom-simtom, keluhan-keluhan (subjektif), serta tanda-tanda (objektif) prilaku abnormal yang diperoleh melalui inteviu dan observasi dalam pemeriksaan psikiatris.
    2. Sejumlah simtom di kelompokan menjadi suatu sindrom (sejumlah simtom yang sering kali ada bersama-sama) dan,
    3. Melalui pemeriksaan yang lebih spesifik lagi menentukan gangguan mental (mental disorder) apa yang di hadapinya.

Gangguan mental merupakan penyimpangan dari pola pikir, emosi, prilaku, persepsi yang menyimpang dari suatu norma sosial dan menimbulkan kelemahan social (social impairment). Istilah lain yang mirip “gangguan” adalah “penyakit” atau Disease. Istilah “gngguan” mirip dengan “sindrom” ; namun gangguan sudah lebih spesifik daripada sindrom karena pada gangguan, sudah diketahui penyebabnya namun tidak terlalu jelas. Istilah “penyakit” lebih spesifik lagi daripada gangguan, karena disamping telah diketahui penyebab yang jelas, diketahui juga perjalanan gangguan atau penyakit itu. Sebagai contoh dari “penyakit” disebutkan oleh Goldman, alkohol Hallucinosis dan sebagai “ gangguan “ yaitu gangguan bipolar afektif.

Ada beberapa konsep lagi yang perlu diketahui untuk mendeskripsikn suatu keadaan abnormal, yakni : disfungsi, keadaan (state), dan sifat. Suatu keadaan abnormal belum tentu merupakan gangguan ataupun penyakit, mungkin saja hanya merupakan suatu keadaan yang bersifat sementara, suatu disfungsi, yakni tidak atau kurang berfungsi salah satu kemampuan, atau ekspresi dari suatu sifat kepribadian.

D. Gangguan Kepribadian
1. Definisi
a. Secara Trait/ Sifat: Kepribadian yang berhubungan dengan kondisi distress personal, sehingga mengakibatkan disfungsi psikologis.
b. Secara Perilaku: Pola perilaku yang mal adaptive dan kaku, sehingga mengakibatkan disfungsi social.

2. Akibat
a. Internal: Distress personal dan Self Defeating.
b. Eksternal: merusak kemampuan fungsi dan peran social termasuk pekerjaan.
c. Tipe Gangguan Kepribadian Menurut DSM:

1) Gangguan kepribadian yang ditandai perilaku aneh dan eksentrik.
a) Paranoid: sangat curiga dan tidak percaya pada orang lain dan cenderung hypervigilant sehingga hubungan social terganggu(namun tidak memiliki solusi paranoid sebagaimana pada skizaprenia).
b) Skizoid: sedikit minat bila ada, dalam hubungan social, menunjukkan ekspresi emosi yang terbatas, serta tampak jauh dan menjaga jarak( Isolasi social / Penyendiri).
c) Skizitipal: tampak aneh dan eksentrik dalam pikiran, sikap dan perilaku ( namun tidak sampai derajat skizoprenia). Meski ilusi sebagai pelipur diri.

2) Gangguan kepribadian yang ditandai oleh perilaku dramatis, emosional atau erotik.
a) Antisosial: perilaku yang melanggar norma social dan hak orang lain serta cenderung tidak menunjukkan penyesalan atas kesalahan mereka, sangat impulsive dan gagal dalam membina komitmen interpersonal dan pekerjaan.
b) Ambang: ketidakstabilan dalam self-image, hubungan, dan mood, cenderung impulsive dan self-destruvtuve.
c) Histrionik: cenderung sangat dramatis dan emosional serta kebutuhan yang berlebihan untuk jadi pusat perhatian. ( dulu bernama: Histerikal), Histria = actor => ( mengaktor).
d) Narsisistik: memiliki sense of self yang hebat dan melangit, bangga atau keyakinan yang berlebihan terhadap diri mereka sendiri dan kebutuhan yang ekstrem akan pemujaan.

3) Gangguan kepribadian yang ditandai perilaku cemas dan takut
a) Menghindar: takut akan penolakan dan kritik, sehingga mereka tidak ingin memasuki hubungan tanpa keyakinan yang kuat bahwa mereka akan diterima. ( lebih memilih aktifitas yang bersifat pribadi, bukan kolektif).
b) Dependen: sangat tergantung pada orang lain dan sangat sulit bertindak mandiri atau membuat keputusan sendiri bahkan keputusan yang paling sederhana. ( sifat dan perilaku yang lekat berlebihan).
c) Obsesif-Kompulsif: memiliki derajat keteraturan yang berlebihan, kesempurnaan, kekakuan, kesulitan melakukan caping dengan ketidakpastian, kesulitan mengekspresikan perasaan dan mendetail dalam kebiasaan kerja. ( terlalu perfeksionis sehingga kurang spontanis).

3. Perspektif Teoritis Dasar
a. Teori Freudian
1) Berfokus pada masalah yang muncul dari Oedipus Camplek yang menjadi dari perilaku abnormal, termasuk gangguan kepribadian.
2) Faktor kegagalan dalam menjalankan proses identifikasi yang tepat karena ketidakhadiran orang tua, kelemahan orang tua atau keantisosialan orang tua. Sehingga batasan moral dan perasaan bersalah, menyesal tidak berkembang secara normal( seperti: antisocial).

b. Teori Psikodinamika
1) Berfokus pada periode yang lebih dini yaitu periode pra-oedipal sekitar 18 bulan hingga 3 tahun, dimana bayi sudah mulai mengembangkan identitas diri terpisah dengan identitas orang tua mereka.
2) Factor sense of self, dasar menjelaskan gangguan kepribadian, seperti narsistik dan ambang.
a) Hans Kahut ( Konsep Psikodinamika Modern, 1966 ).
• Kepribadian Narsistik, meningkatkan rasa self-importance yang palsu karena untuk menutupi perasaan tidak ada kuat yang mendalam.
• Self-importance yang palsu dikarenakan self-esteam yang rendah.
• Self-esteam yang rendah dikarenakan mereka saat anak-anak tidak mendapatkan dukungan social yang kuat melalui penghargaan, pemujaan yang tepat/ wajar. ( istilah Jawa: tidak dikudang/ anak lanang-lanang dewe, bagus-bagus dewe, dll).
• Self-worth mereka adalah self-concept yang rusak sehingga tidak mentolelir pelecehan yang palsu.
• Self-importance dan self-perpectiem palsu itulah jati diri yang tidak sewajarnya yang melahirkan seorang narsisitik.
b) Otto Kerngerg ( Konsep Psikodinamika Modern, 1975).
• Kepribadian ambang dikarenakan kegagalan menyintesiskan citra yang kontrakdiktif akan hal yang baik dan yang buruk.
• Juga, kegagalan pada periode pra-oedipal untuk mengembangkan rasa konstan ( sense of constancy ) dan kesatuan dalam citra mengenai self dan orang lain.
• Juga, kegagalan mengimbangi self-image yang konsisten dan kecenderungan akan terjadinya pemisahan ( splitting ) bolak-balik antara diri sendiri dan orang lain sebagai “ semua tentangnya baik “ atau “ semua tentangnya buruk “.
c) Margaret Mohler ( Konsep Psikodinamika Modern, 1977 ).
• Kepribadian ambang, berkaitan dengan pemisahan dari figure ibu di masa anak-anak.
• Kegagalan membedakan identitas atau sense of self mereka sendiri dari identitas si ibu, pada saat proses pemisahan individuasi (separation-individualtion).
• Istilah Jawanya “ disapih during wayahe, utowo malah telat nyapihe “.
• Sehingga srlf identity atau proses pengenalan karakteristik personal mengalami kegagalan. “ iki piye……, batine bayi “.
• Kebingungan anak antara kedekatan dan perpisahan dengan tokoh ibu selama proses pemisahan individu.
c. Teori Belajar: berfaktur pada pencapaian perilaku disbanding pada pandangan akan trait/ sifat kepribadian yang abadi.
1) Perilaku lebih banyak bergantung pada tuntutan situasi social daripada trait yang inherent.
2) Menitikberatkan pada riwayat belajar dan factor situasional yang membangkitkan perilaku maladaptive dan rienforcer yang mempertahankan perilaku tersebut.
3) Missal: terlalu ketat disiplin dan control yang tidak wajar dari orang tua saat kanak-kanak, mengakibatkan kepribadian obsesif-kompulsif ( control, disiplin dan hukuman yang kaku, bahkan untuk kesalahan yang ringan/ wajar ).
4) Secara terus menerus tidak didikung untuk mengungkapkan pikiran mereka dan menjelajahi lingkungan mereka ( terlalu dikekang tanpa pemahaman/ penjelasan ) mengakibatkan kepribadian dependen.
5) Histrionic, dikarenakan social rinforcers yang tidak tampil beda didepan orang lain dan juga karena hidup di dalam lingkungan keluarga yang histrionistis.
6) Juga, karena adanya persaingan antar saudara kandung yang benar-benar ekstrem, memotivasi pribadi yang caper dan carmuk ( cari muka ).
d. Albert Bandura ( Belajar Observasional ) dengan melalui
1) Modeling, melalui: televise, mengamati orang tua saling berlaku kasar atau sama lain.
2) Modeling, terhadap model yang terprovokasi dan mendapatkan prestice (social dan personal).
3) Perilaku antisocial yang dipersepsikan bermanfaat untuk menghindari “ menjadi orang disalahkan “ atau untuk memanipulasi orang lain.
a) Ullmann dan Krasner ( 1975 ) menyatakan kepribadian antisocial dikarenakan kegagalan dalam belajar merespon reinforcer yang potensial secara normal/ wajar.
b) juga, karena kegagalan belajar bersosialisasi dalam reward dan hukuman secara konsisten dan prediktabel.
4) Kesalahan dalam menginterpretasikan pengalaman social yaitu perilaku orang lain diintrepretasikan sebagai ancaman. ( Dodge, 1985 ).
5) Sehingga memunculkan solusi konfrontasi social yang disosial. ( salah persepsi, salah perilaku ) => persepsi mempengaruhi perilaku.
6) Artinya, salah perilakunya disebabkan kesalahan persepsinya.
e. Teori Keluarga, antisocial dikarenakan peralatan atau pengabaian orang tua mengacu pada kegagalan dalam menginternalisasi nilai-nilai orang tua dan kegagalan untuk mengenbangkan empati.
(Tidak dimarahi kalau tidak salah/ dibiarkan saja dalam perilaku menyimpangnya dan tidak dilatih, diberitauladan amal social/ bakti social, empati antar anggota keluarga tidak dikembangkan/ dikondisikan ).
f. Teori Sosiokultural: ketidakberuntungan social atau okonomi, juga pemaparan terhadap model yang menyimpang menuntun pada kegagalan untuk mengembangkan perilaku yang beradab.
g. Teori Biologis, pengaruh ginetik terhadap trait kepribadian yang mendasari gangguan kepribadian ( baru kemungkinan ).
Kemungkinan adanya komponen keturunan pada gangguan kepribadian antisocial.
Antisocial, kemungkinan karena kurangnya respons emosional dalam situasi yang mengancam.
Antisocial, kemungkinan perlu stimulasi yang lebih tinggi untuk menjaga tingkat kerangsangan yang optimum.
Antisocial, mengurangi aktifitas dalam pusat otak untuk mengendalikan perilaku impulsive.

4. Pendekatan Penanganan/ Metode Terapi
Terlepas dari mudah dan sulitnya kerja sama antara pasien dan terapis, hasil yang menjanjikan telah muncul dari pendekatan psikodinamika dan kognitif-behavirol.
a. Terapi Obat
Obat antidepresan atau antikecemasan dapat digunakan untuk mengendalikan simtom namun tidak dapat pola perilaku yang mendasarinya. ( penenang bukan penyembuh ).
b. Terapi Kognitif-Behavioral
1) Mendorong tingkah laku yang adatif.
2) Mengembangkan keterampilan social.
3) Merasionalisasi kembali kognisi ( Belajar Berpikir Rasional ).
c. Terapi Psikodinamika
1) Membantu memahami akan masalah pada saat masa kanak-kanak.
2) Belajar cara yang lebih efektif dalam bersosialisasi.
5. Definisi Kepribadian ( dr. Kartini Kartono, 2005 )
1. Menurut Gordon W. Allport, kepribadian adalah kesatuan organisasi yang dinamis sifatnya dari system psikofisis individu yang menentukan kemampuan penyesuaian diri yang unik sifatnya terhadap lingkungannya.
2. Menurut May, kepribadian itu merupakan perangsang atau stimulus social bagi orang lain.
3. Menurut Morton Prince, kepribadian adalah jumlah total dari semua disposisi pembawaan, selera-selera, nafsu-nafsu, insting-insting individual, disposisi-disposisi dan tendensi-tendensi yang diperoleh melalui pengalaman.

E. Tipe Kepribadian Heymans
Secara garis besar tipe kepribadian manusia ditinjau dari berbagai aspek antara lain:
1. Aspek biologis
Aspek biologis yang mempengaruhi tipe kepribadian seseorang ini didasarkan atas konstitusi tubuh dan bentuk tubuh yang dimiliki seseorang.
2. Aspek Sosiologis
Pembagian ini didasarkan kepada pandangan hidup dan kualitas social seseorang.
3. Aspek Psikologis
Tipe tempramen dari heymens ini merupakan pembagian secara fisiologis. Ia mengemukakan pembagian psikologis dari karakter manusia berdasarkan ajaran tempramen galenus. Melalui bidang kognitif (pengenalan), afektif (perasaan), dan Konatif (kemauan), dia berusaha menemukan faktor sentral. Heymans kemudian mengkombinasikan sistem dikembangkan oleh Kent(±1775) dan Wilhelm Wundt(1832-1920), sehingga tersusunlah 3 sifat dasar, yaitu (dr. Agus Sujanto, 2006)
a. Emosional (dari Kent dan Wundt) artinya banyak sedikitnya orang dipengaruhi oleh kehidupan perasaannya. merupakan unsure yang mempunyai sifat yang didominasi oleh emosi yang positif, sifat umumnya adalah ; kurang respek terhadap orang lain, perkataan berapi-api, tegas, ingin menguasai, bercita-cita yang dinamis, pemurung, suka berlebih-lebihan.
b. Aktifitas (dari Kent) banyak sedikit orang menyatakan isi jiwanya berbentuk perbuatan. Sifat yang dikuasai oleh aktivitas gerakan, sifat umum yang nampak adalah lincah, praktis, berpandangan luas,ulet, periang dan selalu melindungi kepentingan orang lemah.
c. Fungsi sekunder (proses pengiring) berarti kuat tidaknya menyimpan kesan-kesan dalam jiwanya. Sebagai lawan fungsi sekunder adalah fungsi primer yaitu seorang hanya sebentar saja menyimpan kesan itu dalam jiwanya. yaitu sifat yang didominasi oleh kerentanan perasaan, sifat umum yang nampak : watak tertutup, tekun, hemat, tenang dan dapat dipercaya.
(drs. Agus Sujanto, 2006)ketiga fungsi tersebut dibedakan atas yang kuat dan yang lemah. Heymans menggunakan enam prinsip pokok. Dalam penyelidikan yang diadakan maka didapat tanda tersebut:
1. Orang yang punya emosional yang kuat mempunyai ciri:
a. Lekas memihak
b. Fantasinya kuat
c. Tulisan dan bicaranya aneh
d. Kurang mencintai kebenaran
e. Mudah marah
f. Senang sensasi
2. Orang yang aktifitasnya kuat memiliki ciri:
a. Suka bekerja
b. Mudah bertindak
c. Banyak hoby
d. Mudah mengatasi kesulitan
e. Tidak mudah putud asa
3. Orang yang memiliki fungsi sekunder memiliki ciri:
a. Betah di rumah
b. Taat pada adapt
c. Setia pada persahabatan
d. Besar rasa terima kasihnya
e. Sukar menyesuaikan diri
f. Konsekuen
(dr. Kartini Kartono, 2005) Heymans membagi kepribadian dalam delapan tipe kepribadian, semua itu terangkum dan tergambarkan dalam teori kubus heymans:
1. Sifat nerveus (selalu gugup)
a. Dikuasai oleh keadaan sesaat. Selalu sibuk, bekerja bila ada dorongan yang meluap-luap, impulsif
b. Haus akan emosi, haus akan hal-hal baru, suka akan perubahan
c. Instensitas efektifnya: perasaan hebat, mudah tersinggung, sangat peka, sangat perasa
2. Sifat sentimentil (terlalu perasa, rapuh hati)
a. Sangat perasa, pemalu, tertutup. Humornya berubah-ubah , mudah tersinggung
b. Selalu ragu-ragu, hypersensitif, tanpa keputusan
c. Selalu terpengaruh oleh pengalaman masa lalu. Mempunyai kebutuhan yang besar untuk dibelai dan mencintai
d. Serius, kurang perhatian kepada kondisi lahiriah diri
3. Sifat kholerikus (mudah marah atau berangasan)
a. Aktif, impulsive, hebat dan cepat bertindak, biasanya selalu sibuk
b. Sangat peka dan mudah tersinggung
c. Suasana hatinya cepat berubah kadang senang sebentar murung
d. Mempunyai tendens untuk berlaku berlebihan
e. Punya jiwa sosial tinggi
4. Sifat sanguinikus (sanguinikus = terlalu banyak darah)
a. Aktifitas : selalu rajin dan sibuk, segera mulai dan mengerjakan pekerjaan
b. Tingkah laku : resolut, tegas, kaya improfisasi
c. Kurang altruitis, penuh perhitungan, diplomatis
d. Tidak idealistis, oportunis
5. Sifat aphatikus (tanpa perasaan, acuh)
a. Aktifitasnya lambat, menyukai cara yang mudah, suka berpikir yang panjang
b. Stabilitas lemah, suka berdamai, afeksinya konstan
c. Kaku, beku, berpegang secara mati-matian pada kesenangan
6. Sifat flegmatikus (sadar, adem)
a. Dingin, tenang, kalem, berani, sabar jika di tengah sakit, serius
b. Ulet dan tahan kerja, selalu rajin
c. Suka berpikir, menimbang-nimbang, pandangannya luas akurat, teliti
d. Sederhana, kurang suka makan enak
e. Setia, sangat percaya pada agama
7. Sifat amorf (tanpa bentuk)
a. Aktifitasnya malas, suka menunda-nunda, ceroboh
b. Tidak idealistik, suka pada hasil yang cepat
c. Perasaan terikat sangat lemah
d. Sosialisasinya sangat lemah, tidak filantropis, tidak belas kasihan
e. Tanpa bentuk, selalu berubah menurut situasi dan tempat
f. Suka bersenang-senang, suka makan enak, suka mabuk
8. Sifat gepassioneerd (hawa nafsu)
a. Bentuk aktifitasnya: selalu sibuk dan bekerja rajin sekali
b. Idealistik : penuh cita-cita besar
c. Perasaan terikat sangat kuat, lama terpengaruh oleh stimulus dari luar
d. Sosialibitas : suka bicara, bicaranya mengasikkan, hati penuh rasa kasih
e. Suka bekerja berat dan keras
f. Perasaan hangat, pengembira

Leave a comment